Dua Puluh Faidah Dzikir
Dzikrullah
(mengingat Allah) merupakan amalan yang sangat agung. Ia merupakan
sebab diturunkannya berbagai nikmat. Penolak segala bala’ dan musibah.
Ia merupakan sebab kuatnya hati, penyejuk hati manusia. Ruh kehidupan,
sekaligus sebab hidupnya ruh itu sendiri.
Betapa seorang hamba teramat butuh akan dzikrullah, dan tidak merasa cukup dengannya dalam berbagai situasi dan kondisi. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Hai orang-orang yang beriman, berdzikirlah (dengan menyebut nama) Allah, dzikir yang sebanyak-banyaknya.” (QS. Al Ahzab : 41). Allah juga berfirman (yang artinya), “Laki-laki
dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah
menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar.” (QS. Al-Ahzab: 35).
Banyaknya perintah berdzikir ini
menunjukkan bahwa seorang hamba teramat butuh terhadap dzikrullah.
Hendaknya dia tidak meninggalkannya sekejap mata sekalipun. Dari Abu
Musa al-Asy’ari radhiyallahu’anhu, Nabi shallallaahu alaihi wa sallam bersabda, “Permisalan
orang yang mengingat Rabbnya dengan orang yang tidak mengingat Rabbnya
bagaikan orang yang hidup dengan orang yang mati” (HR. Bukhari). Oleh karena itu dzikir memiliki banyak sekali faidah, sebagaimana disebutkan Ibnul Qayyim rahimahullah dalam kitab “Al Wabilush Shayyib”, diantaranya adalah sebagai berikut:
- Dzikir dapat mengusir setan, mendesak, dan menghancurkannya.
- Menguatkan hati, badan, menjadi cahaya bagi hati, dan sebab datangnya rizki.
- Menumbuhkan cinta dan menyegarkan jiwa pelakunya. Menumbuhkan rasa cinta yang itu merupakan ruh bagi Islam, gerigi bagi agama, poros kebahagiaan dan kesuksesan.
- Menumbuhkan muroqobah, merasa selalu diawasi oleh Allah, sehingga seorang hamba akan mencapai derajat ihsan dalam beribadah dan merasa bahwa Allah senantiasa melihatnya dalam segala yang dilakukannya. Memupuk sifat al inabah (kembali pada Allah) dan kedekatan dengan-Nya, sehingga setiap kali berdzikir ia akan semakin merasa dekat dengan-Nya.
- Allah akan mengingat dirinya. Sebagaimana firman-Nya (yang artinya), “Berdzikirlah kalian kepada-Ku, niscaya (pasti) Aku akan mengingat kalian” (QS. Al Baqarah : 152).
- Menghidupkan hati. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata, “Permisalan dzikir bagi hati adalah bagaikan air dengan ikan. Bagaimana jika ikan itu berpisah dengan air? Ia tentu akan sekarat dan mati, maka seperti itu pulalah hati (jika tidak berdzikir –pent)”.
- Membersihkan “karat” di dalam hati. Setiap benda akan berkarat dan karatnya hati ialah al ghaflah (kelalaian) dan al hawa (hawa nafsu). Semua itu akan hilang dengan sebab dzikir, taubat, dan istighfar.
- Dzikir juga akan menghapuskan kesalahan dan dosa, karena ia merupakan kebaikan yang paling agung. Setiap kebaikan akan menghapuskan keburukan dan dosa. Sebagaimana firman Allah (yang artinya), “Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan perbuatan-perbuatan yang buruk.” (QS. Hud: 114)
- Sebab diturunkannya rahmat dan sakinah (ketenangan) dari Allah. “Tidaklah suatu kaum berkumpul dalam salah satu rumah Allah. Mereka membaca Kitabullah dan saling mempelajarinya diantara mereka. Melainkan ketenangan akan turun kepada mereka, rahmat akan menyelimuti mereka, malaikat akan menaungi mereka, dan Allah akan menyebut-nyebut nama mereka di tengah makhluk yang ada di sisi-Nya”. (HR. Muslim)
- Sebab tersibukkannya lisan dari ghibah, namimah, perkataan dusta, keji, dan kebatilan. Barangsiapa yang menghiasi lisannya dengan dzikrullah, Allah akan membentenginya dari kebatilan, yaitu dari beratnya akibat dosa perkataan. Sebaliknya, barangsiapa yang lisannya kering dari dzikir, ia akan membasahinya dengan kebatilan, laa haula wa laa quwwata illa billah.
- Dzikir merupakan tumbuhan surga. Disebutkan dalam sebuah hadits, “Barangsiapa yg membaca: Subhaanallaahil ‘azhiimi wabihamdih maka ditanam untuknya sebatang pohon kurma di surga.” (HR. Tirmidzi, dishahihkan oleh Al Albani)
- Merutinkan berdzikir kepada Allah akan menjaga diri dari melupakan Allah ‘Azza wa Jalla. Melupakan Allah adalah sebab penderitaan hamba, dalam kehidupan dunia maupun di akhirat. Melupakan Allah akan membuatnya lupa terhadap diri dan kemaslahatan dirinya sendiri. “Dan janganlah keadaan kamu seperti orang-orang yang melupakan Allah, lalu Allah pun membuatnya lupa kepada dirinya sendiri; itulah orang-orang yang fasik.” (QS. Al Hasyr : 19)
- Dzikir akan mendekatkan pelakunya dengan Dzat yang ia sebut-sebut dalam dzikirnya. Allah akan senantiasa bersamanya. Kebersamaan (al ma’iyah) yang dimaksud ialah kebersamaan dalam cinta, pembelaan, pertolongan, dan taufik (bukan secara Dzat –pen). “Sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang bertakwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan.” (QS. An Nahl : 142) “Janganlah bersedih, sungguh Allah bersama kita” (QS. At Taubah : 40). Sebagaimana pula dalam hadits qudsi, “Aku senantiasa bersama hamba-Ku selama ia berdzikir kepada-Ku, dan menggerakkan kedua bibirnya untuk berdzikir.” (HR. Ahmad, dishahihkan Al Albani).
- Dzikir merupakan obat hati yang keras. Seseorang berkata kepada Hasan Al Bashri, “Wahai Abu Sa’id, aku mengadu kepadamu tentang kerasnya hatiku.” Jawab beliau, “Lembutkanlah ia dengan dzikir”. Berkata pula Mak-hul, “Mengingat Allah merupakan obat, sementara mengingat manusia adalah penyakit”.
- Dzikir merupakan sebab Allah dan para malaikat-Nya bershalawat atas ahli dzikir. “Dialah yang memberi rahmat kepadamu dan malaikat-Nya (memohonkan ampunan untukmu), supaya Dia mengeluarkan kamu dari kegelapan kepada cahaya (yang terang). Dan Dia Maha Penyayang kepada orang-orang yang beriman.” (QS. Al Ahzab : 41-43)
- Allah membanggakan orang-orang yang berdzikir di hadapan para malaikat-Nya, sebagaimana dalam sebuah hadits dari Abu Sa’id Al Khudri bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada sebagian shahabat yang tengah berdzikir, “Apa yang membuat kalian duduk di sini?” Mereka menjawab, “Kami duduk untuk mengingat Allah ta’ala dan memuji-Nya atas petunjuk yang Allah berikan kepada kami sehingga kami bisa memeluk Islam dan nikmat-nikmat yang telah dilimpahkan-Nya kepada kami.” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun mengatakan, “Demi Allah, apakah kalian tidak ada alasan lain bagi kalian yang membuat kalian duduk di sini?” Mereka menjawab, “Demi Allah, tidak ada niat kami selain itu.” Beliau pun bersabda, “Adapun aku, sesungguhnya aku sama sekali tidak memiliki persangkaan buruk kepada kalian dengan pertanyaanku. Akan tetapi, Jibril datang kepadaku kemudian dia mengabarkan kepadaku bahwa Allah ‘azza wa jalla membanggakan kalian di hadapan para malaikat.” (HR. Muslim)
- Dzikir adalah salah satu tujuan pensyariatan amal-amal ibadah. “Dan tegakkanlah shalat untuk berdzikir kepada-Ku.” (QS. Thaha : 14). Ibnu Abbas ditanya, “Amal apa yang paling agung?” Beliau menjawab, “Berdzikir kepada Allah itulah yang terbesar.”
- Merutinkan dzikir dapat mengganti sebagian keutamaan ibadah lain. Suatu ketika para shahabat yang fakir dari kalangan Muhajirin mengadukan kondisi mereka yang kesulitan dalam menandingi ibadah orang-orang kaya seperti haji, umrah, dan jihad. Maka Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Maukah aku ajarkan kepada kalian sesuatu yang karenanya kalian bisa menyusul orang-orang yang mendahului kebaikan kalian, dan kalian bisa mendahului kebaikan orang-orang sesudah kalian, dan tak seorang pun lebih utama daripada kalian selain yang berbuat seperti yang kalian lakukan?” Mereka menjawab, “Baiklah wahai Rasulullah?” Beliau bersabda, “Kalian bertasbih, bertakbir, dan bertahmid setiap habis shalat sebanyak 33 kali.” (HR. Muslim)
- Banyak berdzikir membebaskan diri dari kemunafikan. “Dan tidaklah mereka (orang-orang munafik –pent) berdzikir mengingat Allah kecuali sedikit sekali.” (QS. An Nisaa’ : 142). Ka’ab berkata, “Barangsiapa yang banyak berdzikir niscaya dia akan terbebas dari kemunafikan”.
- Dzikir lebih utama daripada do’a. Karena dzikir merupakan pujian bagi Allah Ta’ala, sedangkan do’a ialah permintaan. Tambahan dari penulis: Ibnu Katsir berkata, “Allah memberi karunia-Nya kepada ahli dzikir, lebih banyak dari yang ia beri kepada ahli do’a.” Hal itu berdasarkan firmannya, “Berdzikirlah kalian kepada-Ku, niscaya Aku akan mengingat kalian” (QS. Al Baqarah ayat 152).”
Demikian, semoga Allah memberikan kita
semua taufik untuk menjadi ahli dzikir. [Yhouga Pratama, S.T. Salah
seorang alumni Ma'had al-'Ilmi Yogyakarta]
Referensi: Syarh Hishnul Muslim min Adzkar Al Kitab wa As Sunnah, Majdi bin Abdul Wahhab Al Ahmad (hal. 9-19)