Minggu, 24 Februari 2013
jangan menghina C
Assalamu’alaikum warohmatullahi wabarokatuh.. Allah Subhanahu wa Ta’ala
dengan sungguh-sungguh mengharapkan agar kaum muslimin mampu menciptakan
pergaulan yang harmonis, serta cerdas membangun dinamika hidup yang
beradab dengan umat agama lain. Firman-Nya, “Allah tidak melarang kamu
untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak
memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu.
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil. Allah hanya
melarang kamu menjadikan orang-orang yang memerangi kamu atas dasar
agama dan mengusir kamu dari negerimu dan membantu orang lain untuk
mengusirmu sebagai kawanmu. Dan barangsiapa menjadikan mereka sebagai
kawan, maka mereka itulah orang-orang yang zhalim” (Al- Mu’minuun ayat
8-9). Al-Qur’an mempersamakan orang tua kaum muslimin dengan orang tua
kaum musyrikin dalam mengemban kewajiban berbuat baik kepada keduanya.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, “Dan Kami amanatkan kepada manusia
terhadap kedua orang tua (ibu- bapak) nya, ibunya telah mengandungnya
dalam keadaan lemah yang bertambah lemah dan menyapinya dalam dua tahun.
Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu. Dan hanya
kepada-Ku tempat kembalimu. Dan jika keduanya memaksakan kehendak
kepadamu untuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang tidak ada
pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya dan
pergaulilah keduanya di dunia dengan baik….” (Luqman ayat 14-15). Islam
sangat membenci fanatisme dan sikap fanatic. Yang dibenarkan itu
sepanjang upaya meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah, tanpa
harus mencampuri urusan agama orang lain, apalagi haus mencelakakan dan
merugikan pemeluknya sambil dengan sinis menyerang dan menghina cara-
cara keberagamaan orang itu, baik dari intern agamanya sendiri maupun
terutama yang berhubungan dengan ekstern agama orang lain. Allah pun
tidak sudi menerima kebenaran sefihak dari agama apa pun, termasuk ahli
kitab yang mengklaim bahwa mereka adalah anak-anak Allah dan bangsa
mereka adalah bangsa pilihan di muka bumi ini, serta syurga yang
disediakan Allah hanya khusus untuk mereka semata. Allah sungguh amat
murka dengan hal seperti itu, “Orang-orang Yahudi dan Nashrani
mengatakan bahwa kami anak-anak Allah dan kekasih-Nya. Katakanlah,
mengapa Allah menyiksa kamu karena dosa-dosamu? (Kamu bukanlah anak-anak
Allah dan bukan pula kekasih-Nya), tetapi kamu adalah manusia biasa
diantara orang-orang yang diciptakan-Nya. Dia mengampuni bagi siapa yang
dikehendaki-Nya. Dan kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi, dan
apa yang berada diantara keduanya. Dan kepada Allah-lah tempat kembali
(segala sesuatu)” (Al-Maidah ayat 18). Allah pun kembali menegaskan
dalam firman-Nya, “Dan mereka, (kaum Yahudi dan Nashrani) berkata :
‘Sekali-sekali tidak akan masuk syurga kecuali orang-orang (yang
beragama) Yahudi dan Nashrani’. Demikian itu (hanya) angan-angan palsu
mereka belaka. Katakanlah, tolong tunjukkan bukti kebenarab klaim kalian
itu, jika kalian adalah orang-orang yang benar” (Al- Baqarah ayat 111).
Rosulullah memberi pelajaran kita agar selalu memberi manfaat kepada
orang lain sebagaimana sabda di atas, namaun bagaimana
mengaplikasikannya ?. Caranya : • Perduli Terhadap Orang Lain. Dalam Al
Qur’an surat Al Fath ayat 29, Allah menerangkan kepada kita bahwa
“Muhammad adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersamanya dan dia
adalah keras terhadap orang kafir, tetapi berkasih sayang bersama
mereka”. Ayat ini menjelaskan bahwa nabi diutus kepada semua umat
manusia dalam rangka memberi peringatan dan kabar gembira, menerangi
kehidupan manusia yang dulunya berada dalam kebodohan agar mereka tidak
lagi berbuat sewenang- wenang terhadap orang lain. Sebagai contoh, pada
zaman jahiliyah, khusunya pada kaum quraisy yang dianggap penguasa,
sedangkan orang miskin dan lemah dianggap sebagai budak. Hukum ketika
itu bersifat ekslusif dan melindungi orang-orang tertentu saja sehingga
orang- orang kuat menindas orang- orang lemah. Allah mengutus Rasulullah
untuk mengembalikan hak-hak dan martabat m,anusia yang rusak.
Rasulullah memulai kembali dengan menata perilaku seluruh umatnya yang
selama ini terjebak dalam kejahiliyahan dan mengangkat derajat mereka
sebagai manusia yang mulia. Orang-orang yang kuat selalu diarahkan untuk
berlemah lembut dan mengasihi orang yang lemah, membantu dan melindungi
mereka. Manusia dianggap sama keberadaanya di hadapan Allah yang
membedakannya hanyalah ketakwaanya. Dengan demikian, kita sebagai
generasi penerus muslim hendaknya turut mengasah kepekaan terhadap orang
yang lemah atau duafa dengan mengikuti sifat kasih sayang dan lemah
lembut yang telah diteladankan oleh Rasulullah. “Allah itu senantiasa
menolong hambanya, selagi hambanya itu menolong saudaranya.” (HR Asy
Syaikhan). “Perumpamaan seorang mukmin itu (dalam kasih sayang mereka,
lemah lembutnya, dan rasa cinta mereka) bagaikan satu jasad atau badan
yang apabila sakit salah satu anggota tubuhnya maka seluruh tubuhnya
merasakan sakitnya.” (HR Bukhari). Dalam Islam, sikap menghargai orang
lain merupakan identitas seorang Muslim sejati. Seorang yang mengakui
dirinya Muslim, ‘wajib’ mampu menghargai orang lain. Baginda Rasulullah
menjelaskan, “Tidak termasuk golongan umatku orang yang tidak
menghormati mereka yang lebih tua dan tidak mengasihi mereka yang lebih
muda darinya, serta tidak mengetahui hak-hak orang berilmu.” (HR.
Ahmad). • Menghormati Orangtua. Siapa saja, yang penting orangtua. Bisa
jadi orangtua kita sendiri: ayah dan ibu kita. Atau orang lain:
tetangga, kakak, senior di kampus, senior di madrasah, dlsb. Orang yang
terbiasa menghargai orang lain adalah indikasi etika (moral) yang baik.
Orang yang tidak mau hormat dan menghargai orang yang lebih tua darinya,
diancam ‘keluar’ dari koridor Islam. Ia tidak akan dianggap sebagai
umat Kanjeng Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wa sallam. Na‘udzu billah
min dzalik!. • Menyayangi Orang Muda. Orangtua wajib menyayangi
anak-anaknya. Ini adalah naluri kemanusiaan. Kita seharusnya meniru
sikap orangtua kita yang menyayangi kita. Sehingga, kita bisa menjadi
pengayom orang yang lebih muda dari kita. Bisa jadi adik kita, junior di
sekolah atau di kampus. Atau bisa jadi anak tetangga yang lebih muda
dari kita. Kita harus bisa menimbulkan rasa rahmat (kasih- sayang) kita
kepada mereka. Orang yang lebih tua tidak boleh mencerca atau menghina
juniornya. Begitu juga sebaliknya. Orang yang suka mencerca dan mencela
serta menghina saudaranya mengindikasikan bahwa dia juga sebenarnya
“orang hina”, tidak terhormat. Abu Hurairah menuturkan bahwa Nabi
shalallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda, “Hanya orang burung yang
menghinakan saudaranya sesama Muslim.” (HR. Muslim). Berlombalah untuk
memberikan kebaikan kepada orang lain,niscaya orang lain akan senang
dengan anda dan merasa diperhatikan juga dihargai. Wassalamu’alaikum
warohmatullahi wabarokatuh
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar