Selasa, 08 Januari 2013

IKHLAS ( mukhlishuun )



Sedangkan pengertian ikhlash secara mudahnya adalah beramal dengan tujuan semata-mata karena Alloh SWT tanpa ada motivasi yang lain. Ikhlash adalah hal yang sangat sulit karena manusia memiliki selera (ingin dipuji, dihargai dll) apalagi konsep diri mutakhir mengajarkan bahwa setiap orang harus menonjol, sementara ikhlash lebih menekankan kedalam diri. Dalam Islam orang yang ikhlash tetap memiliki karya yang hebat dan tidak bisa ditutup-tutupi. Contohnya : Ketika Umar menjadi khalifah, terjadi perang melawan Byzantium. Pasukan Islam berhasil menerobos ke dalam istana sehingga raja Byzantium tewas terbunuh. Tetapi diantara seluruh pasukan tidak ada yang mengetahui siapa sebenarnya yang telah menewaskan Sang Raja. Ketidak tahuan itu terus berlanjut sampai pasukan kembali ke Makkah dan melaporkan kejadian tsb pada Khalifah. Selama berhari-hari hal itu menajdi misteri sampai suatu ketika ada seorang pemuda yang datang kepada khalifah dan berkata : ”sebenarnya saya enggan melakukan ini, tetapi ada amanah pada diri saya yang harus saya sampaikan. Sesunguhnya sayalah yang membunuh raja Byzantium dan saya tetap ingin merahasiakan itu tetapi saya menyimpan mahkota Raja yang merupakan amanah (ghonimah) yang harus saya sampaikan, maka… terpaksa harus aya melakukan ini (mengaku).
Suatu ketika, ada seorang shahabat yang ingin beramal karena Alloh tetapi ingin dipuji juga. Kemudian hal tsb ternyata menjadi penyebab turunnya ayat, “barangsipaa yang hendak bertemu dengan Alloh hendaklah ia bermala sholih dengan tidak menyekutukan-Nya dengan siapapun.”
1.      1.      Urgensi Ikhlash
·         Menyelamatkan Seseorang dari masalah yang sangat berat
Orang yang ikhlash cenderung tidak banyak masalah, lurus-lurus saja. Hal ini antara lain disebabkan oleh keyakinan bahwa apapun yang ada di langit dan di bumi, yang terlihat atau selalu disembunyikan dalam dada akan dihisab oleh Alloh (QS. 2:284). Di dalam hidup, godaan terberat adalah masalah mengendalikan hawa nafsu terutama kebutuhan biologis/ seksual. Dan dalam sejarah orang yang mampu mengatasinya antara lain Yusuf as. Hal tsb dikarenakan Yusuf termasuk diantara hamba-Nya yang mukhlisun/ ikhlash (QS. 12:24). Dalam konteks ini, sebenarnya Yusuf juga memiliki hasrat untuk melakukan hal yang sama (dan hal tsb normal) tetapi keikhlasan pada segala perintah Robb-nyalah yang menjaga dari perbuatan tercela tsb.
·         Akan mendapatkan pahala kebaikan walaupun sarananya terbatas
Ikhlash adalah salah satu fenomena bathin dan seringkali identik dengan masalah niat, sementara setiap amal tergantung dari niatnya. Salah satu rukun Islam adalah haji dan siapakah yang mendapat pahala/ keutamaan haji? Apakah hanya merekja yang bisa menunaikannya saja? Apakah yang pergi haji pasti diterima amalnya? Bagaimana dengan mereka yang tidak mampu naik haji? Adilkah Alloh jika keutamaan haji hanya bisa didapat oleh orang kaya, sementara kemiskinan bisa juga merupakan takdir? Jawabnya mungkin akan kita temukan sebagaimana ibroh dalam perang Tabuk.
Perang Tabuk adalah perang yang sangat berat, perang yang terjadi di tengah musim kemarau panjang dan krisis moneter (perdagangan sedang sepi). Sementara tempatnya sangat jauh sehingga hanya mereka yang meiliki kendaraan saja yang dapat ikut berperang  sementara sebagian dari kebun kurma hampir panen. Banyak diantara muslim yang memperlambat persiapannya dikarenakan malas, sementara ada beberapa orang yang –sampai menangis—meminta ikut kepada Rasululloh tetapi mereka tidak meiliki sarana (baju perang dan kuda). Akhirnya Rasululloh berangkat sedang mereka tidak. Sementara di perjalanan Rasululloh berkata kepada para shahabtanya bahwas etiap mereka naik gunung, turun gunung, berlari dan berperang dll, mereka ( yang meminta ikut berperang) mendapat pahala yang sama (Asbabunnuzul QS. 9:92-93) hal tersebut dikarenakan setiap amal dihitung berdasarkan niatnya. Sementara… niat itu sering pula disebut al Qashdu (keinginan kuat), jadi bila sudah memiliki keinginan kuat, insyaAlloh merupakan sebagian dari syarat mendapat keutamaan suatu amalan. Sementara jika keinginan setengah-setengah dianggap munafik. Karena sesungguhnya Alloh tidak memandang fenomena fisiknya (rupa & harta) tetapi memandang fenomena bathinnya (hati dan keikhlasan amal).
·         Amal seseorang mendapat ganjaran sesuai dengan keikhlasannya
Sebagaimana firman Alloh dalam QS. Al Mulk : 2 “…Siapa diantara kalian yang lebih ihsan amalnya”. Sangat jelas bahwa yang Alloh lihat bukan banyaknya amal, tetapi ihsannya suatu amal. Dan indikator ihsan adalah keikhlasan dan kesesuaian dengan sunnah rasul.
1.      2.      Fenomena Ikhlash dan Tanda-tandanya
·         Bersungguh-sungguh dalam ibadah baik sedang sendiri maupun beramai-ramai. Sholat dan bacaan sholat meiliki potensi riya’. Ibadah yang dizhihirkan resiko riya’nya tinggi maka imbangi dengan ibadah yang tersembunyi. Semakin jauh seseorang dengan Allah semakin lain pandangannya tentang segala sesuatu. Orang yang dekat dengan Allah memandang kedudukan adalah amanah yang akan dihisab dan merepotkan, sementara yang jauh dari Allah memandangnya sebagai kesempatan dan kenikmatan.
·         Selalu menjaga larangan Allah baik sendiri maupun dengan orang lain. Karena bagi orang yang ikhlash sama saja baik sendiri maupun bersama yang lain sebagaimana firman Allah “…Sesungguhnya Allah ada dimana saja kamu berada”
·         Bergembira bila kebaikan datang dari orang lain, akui kemampuan orang lain. Tidak ikhalsh membuat manusia menjadi tidak objektif “..Dan janganlah kebencianmu kepada suatu kaum membuat kamu berlaku tidak adil”. (Atau sebagaimana yang Allah jelaskan dalam QS. 5:30-39). Perkataan Iblis –yang tidak ikhlash—bahwa manusia terbuat dari tanah sementara jin dari api, maka kemudian tidak sepantasnya bersujud pada mansuia, terlihat tidak obyektif. Karena menusia sebenarnya berasal dari tanah dan ruh(sesuatu yang mulia dan berasal dari sisi Allah). Kemudian apa hebatnya api dibanding tanah. Hal tsb hanya karena tidak ikhlash menerima perintah Allah.
Musuh Nabi Amru bin Ash, diakui kehebatannya oleh Nabi di depan pasukan Islam. Setelah diutarakan kehebatannya, terakhir nabi mengatakan “…sayangnya beliau bukan seorang muslim”. Jadi nabi SAW mengajarkan kita untuk membedakan keberadaan seseorang dengan kebenarannya, sebagaimana Allah mengajarkan hal serupa, dalam al Qur-an existensi Yahudi tetap diakui tetapi kebenarannya tidak.
Tanda-tanda Ikhlash
v  Sikapnya sama saja dipuji atau dihina
Karena dipuji tidak menambah pahala dan dicela tidak mengurangi. Orang yang ikhlas senantiasa m,encari keridhaan Allah bukan keridhaan manusia. Tugas kita hanya berbuat, apakah akhirnya berhasil atau tidak tetap mendapat pahala.
v  Semangat amalnya sama baik di depan orang maupun sendirian
Salah satu perusak akhlaq adalah grakan (sikap) yang dibuat-buat. Orang yang ikhlas ibadahnya biasa saja, normal-normal saja. Jika sholat di depan orang tidak terlalu lama dan jika sendirian sama saja.
v  Bila dapat ujian semakin tinggi imannya, sementara bila tidak ikhlas makin terasa bebannya.
Sebagaimana sabda Rasulullah, “Sungguh ajaib urusannya orang beriman, setiap persoalannya menjadi kebaikan bagi dirinya. Dan tidak akan kamu dapati pada siapapun kecuali pada orang yang beriman. Manakala ia ditimpa musibah, ia bersabar. Dan kesabarannya itu menjadikan urusannya menjadi baik. Sementara apabila mendapat kenikmatan, ia bersyukur, dan kesyukurannya menjadkan urusannya semakin baik”.
Dikisahkan, Abu Hanifah adalah seorang pedagang yang kaya raya. Suatu ketika seorang pembantunya melaporkan bahwa barang dagangan beliau ludes karena badai. Mendengar kabar tersebut, sang imam hanya mengatakan Inna lillahi wa inna ilaihi roji’un, setelah itu pergi meninggalkan pelayannya (seolah tidak terjadi sesuatu apapun sebelumnya. Lain waktu, dagangannya mendapat untung yang besar. Ketika hal tsb disampaikan kepada beliau, ia hanya bersujud syukur dan mengucapkan hamdalah. Setelah itu… berlalu begitu saja (seolah tidak terjadi apapun. Pelayanannya bertanya kenapa demikian, sang imam hanya menjawab sesungguhnya segala sesuatunya milik Allah. Pergi atau datangnya bukanlah sesuatu yang perlu diributkan.
1.      4.      Hasil yang didapatkan dari Ikhlash
·         Akan mendapatkan hakikat islam yang sebenarnya
Beda tahu dan hakikat ? seperti orang yang tahu sate dengan seorang yang pakar sate. Dalam hal tsb antara lain dijelaskan Allah dalam QS. 2:177. Pada ayat tsb Allah membedakan antara esensi (hakikat) dengan lambang (formalitas). “Kebaikan itu bukan sekedar menghadapkan wajah ketimur dan kebarat tetapi kebaikan itu ialah … “(QS. 2:177). Salah satu bentuk tauhid adalah pemahaman yang benar.
·         Akan selamat dari cinta dunia, kedudukan dan cinta akan pujian
Seperti terjadi pada ulama di Sudan ketika berubah dari musyawarah di suarau ke rapat-rapat di hotel (setelah menang pemilu). Lemahnya iman terlihat bila hidup di dunia materialis lalu menjadi minder. Nabi Yusuf ditegur ketika silau dan tergoda terhadap istri Fir’aun (QS. 12:29)
·         Mendapat kasih sayang dari Allah dan manusia
Orang ikhlas berkharisma dan melihat orang dengan firasat. Kata Nabi saw, “Takutlah dengan firasat mukmin”. Firasat tsb didapat dari sholat malam dan jangan ngomong. Imam Syafi’i ketika sedang jalan diberhentikan dan diajak mampir oleh seorang pemuda (lajang) dan bathinnya berfirasat bahwa pemuda tsb kayaknya pelit tetapi karena khawatir menyinggung akhirnya mau juga untuk menginap. Tetapi ketika kingin pulang ditagih bayaran oleh pemuda tadi..
·         Terbebas dari penderitaan
Ikhlas beramal maka rezeki datang. Ulama kapan cari uang ?
Menurut Imam Ali rejeki ada 2 jenis, yang dikejar dan yang mengejar. Kalau tawakkal tinggi yang mengejar lebih besar dari yang dikejar. Ada seorang sufi yang tidak percaya ketika mendengarkan lantas ia pergi ke pondok di gunung dekat danau untuk membuktikan adanya rejeki tanpa usaha (rezeki yang mengejar). Sesampainya di sana ia langsung beribadah dan tidak makan serta minum untuk sekian hari. Menurutnya jika pendapat Imam Ali tersebut benar, maka ia tidak akan mati. Mulailah ia beribadah sehari, dua hari, tiga…empat…lima sampai hampir seminggu ia tidak makan. Kondisi badannya semakin parah dan tidak ada orang lain yang tahu. Ketiak sekarat, ada seorang pencari kayu yang melintas pondok tsb dan mendengar erangan sufi tsb. Ia kemudian mencari bantuan dan membawa sufi tsb ke desanya. Sesampai di desa tahulah mereka bahwa sang sufi hampir mati lemas karena kelaparan, akhirnya diberikanlah ia seluruh makanan yang lezat yang ada di des tsb. Ketika tersadar, sang sufi tersenyum dan bergumam bahwa benarlah kiranya apa yang dikatakan oleh imam Ali. (Kitab Tasawuf zaman I). Ada pula kisah tentang seorang pencuri yang hendak mencuri di rumah seorang ustadz, kemudian mendengar ayat Qur-an “Rejeki berada di langit dan tidak akan habis” kemudian ia berusaha mencari rezeki yang halal dan setahun kemudian ia naik haji. Wallahu ’alam.
REFERENSI
1.      Niat dan Ikhlash, Yusuf Qordhowi
2.      Materi Ikhlas, ma’had Al Hikmah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar