Sabtu, 30 Maret 2013

Ayat Muhkamat dan Mutasyabihat


Ayat Muhkamat dan Mutasyabihat 

A.    Pengertian Muhkamat dan Mutasyabihat

Kata muhkam dan mutasyabih adalah bentuk mudzakar untuk menyifati kata – kata yang mudzakar pula, seperti kita mengatakan, "Al-Qur'an itu muhkam atau mutasyabih?". Sedangkan kata muhkamah danmutasyabihat merupakan kata muannats untuk menyifati kata muannats pula, seperti kita mengatakan "Dalam Al-qur'an terdapat ayat muhkamah dan mutasyabihat"[1].
Muhkam dan mutasyabih berasal dari kata muhkam merupakan pengembangan dari kata ahkama –yuhkimu – ihkaman. Maka ihkama secara bahasa ialah atqana wa mana’a[2]  yang berarti mengokohkan dan melarang, dari pengertian itu maka al muhkam menurut makna luqhah ialah at mutqan artinya yaitu dikokohkan, sedangkan kata mutasyabih berasal dari kata tasyabuh, yakni bila satu dari dua hal serupa dengan yang lain. Dan subhah ialah keadaan di mana salah satu dari dua hal itu tidak dapat dibedakan dari yang lain karena adanya kemiripan di antara keduanya secara kongkrit maupun abstrak[3].
Menurut istilah ayat muhkam ialah ayat yang memberikan makna yang jelas dan tegas. Muhammad Adib Salih, Muhammad Abu Zahrah dan Muhammad Salam Madzkur memilih pengertian atau definisi ini. Para Ulama memberikan pengertian muhkam dan sekaligus menjelaskan mutasyabih sebagai kata lawan dari muhkam.[4] Al-mutasyabihat secara kebahasaan berarti mirip, tidak jelas, atau samar-samar. Dalam ilmu tafsir al-mutasyabihat berarti "ayat yang mengandung makna atau pengertian yang tidak tegas atau samar-samar karena artinya berdekatan atau terdapat beberapa pengertian". Al-mutasyabihat merupakan istilah populer dalam ilmu tafsir, lawan dari al-muhkamat (tegas, jelas).[5]
Mengenai adanya ayat – ayat muhkamat dan mutasyabihat, sebagaimana difirmankan oleh Allah SWT dalam Al-Qur'an surat Ali Imran ayat 7 :
هُوَ الَّذِي أَنْزَلَ عَلَيْكَ الْكِتَابَ مِنْهُ ءَايَاتٌ مُحْكَمَاتٌ هُنَّ أُمُّ الْكِتَابِ وَأُخَرُ مُتَشَابِهَاتٌ فَأَمَّا الَّذِينَ فِي قُلُوبِهِمْ زَيْغٌ فَيَتَّبِعُونَ مَا تَشَابَهَ مِنْهُ ابْتِغَاءَ الْفِتْنَةِ وَابْتِغَاءَ تَأْوِيلِهِ وَمَا يَعْلَمُ تَأْوِيلَهُ إِلَّا اللَّهُ وَالرَّاسِخُونَ فِي الْعِلْمِ يَقُولُونَ ءَامَنَّا بِهِ كُلٌّ مِنْ عِنْدِ رَبِّنَا وَمَا يَذَّكَّرُ إِلَّا أُولُو الْأَلْبَابِ
Artinya: Dia-lah yang menurunkan Al Kitab (Al Qur'an) kepada kamu. Di antara (isi) nya ada ayat-ayat yang muhkamaat itulah pokok-pokok isi Al Qur'an dan yang lain (ayat-ayat) mutasyaabihaat. Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti sebagian ayat-ayat yang mutasyabihat untuk menimbulkan fitnah dan untuk mencari-cari ta'wilnya, padahal tidak ada yang mengetahui ta'wilnya melainkan Allah. Dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata: "Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyabihat, semuanya itu dari sisi Tuhan kami." Dan tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan orang-orang yang berakal. (QS. Ali Imran : 7)

Berkaitan dengan hal tersebut, dalam masalah definisi muhkam dan mutasyabih, terjadi banyak perbedaan pendapat, akan tetapi bisa dikemukakan tiga hal penting yaitu :
  1. Muhkam adalah ayat yang mudah diketahui maksudnya, sedangkan mutasyabih hanyalah diketahui maksudnya oleh Allah sendiri.
  2. Muhkam adalah ayat yang hanya mengandung satu segi, sedangkan mutasyabih mengandung banyak segi.
  3. Muhkam adalah ayat yang maksudnya dapat diketahui secara langsung, tanpa memerlukan keterangan lain, sedangkan mutasyabih memerlukan penjelasan dengan merujuk kepada ayat-ayat lain[6].
Adanya ayat-ayat mutasyabihat dalam Al-Qur'an disebabkan tiga hal sebagai berikut :
  1. Kesamaran pada lafal
a.      Lafal mufrad, yaitu ada lafal-lafal mufrad yang artinya tidak jelas, baik disebabkan lafalnya yang gharib (asing) atau musytarak (bermakna ganda).
b.      Lafal murakkab, yaitu kesamaran yang disebabkan lafal-lafal murakkab (lafal yang tersusun dalam kalimat) itu terlalu ringkas, atau terlalu luas, atau karena susunan kalimatnya kurang tertib.
  1. Kesamaran pada makna ayat
Terkadang terjadinya ayat mutasyabihat karena adanya kesamaran pada makna ayat. Seperti makna dari sifat-sifat Allah swt., Rahman RahimNya, sifat Qudrat IradatNya, hal ihwal hari kiamat, kenikmatan sorga, siksa kubur, dan sebagainya.
  1. Kesamaran pada lafal dan makna ayat
Contoh, ayat 189 surat Al Baqarah :
}§øŠs9ur ŽÉ9ø9$# br'Î/ (#qè?ù's? šVqãŠç6ø9$# `ÏB $ydÍqßgàß £`Å3»s9ur §ŽÉ9ø9$# Ç`tB 4s+¨?$# 3
Artinya : "Dan bukanlah kebajikan memasuki rumah-rumah dari belakangnya, akan tetapi kebajikan itu ialah kebajikan orang yang bertakwa".(QS. Al Baqarah : 189)

Orang yang tidak mengerti adat istiadat bangsa Arab pada masa Jahiliyah, tidak akan faham terhadap maksud ayat tersebut. Sebab kesamaran dalam ayat tersebut terjadi pada lafalnya, karena terlalu ringkas, juga terjadi pula pada maknanya, karena termasuk adat kebiasaan khusus orang Arab, yang tidak mudah diketahui oleh bangsa-bangsa lain[7].

Diantara berbagai pendapat tentang ayat muhkamat dan mutasyabihat di antaranya :
1.  Ulama golongan Ahlus Sunah Wal Jama'ah mengatakan, lafal muhkam adalah lafal yang diketahui makna maksudnya, baik  karena memang sudah jelas artinya maupun karena dita'wilkan. Sedangkan lafal mutasyabih adalah lafal yang pengetahuan artinya hanya dimonopoli Allah SWT. Manusia tidak ada yang bisa mengetahuinya. Contohnya, terjadinya hari  kiamat, keluarnya Dajjal, arti huruf – huruf Muqatha'ah.[8]
2.  Muhkam yaitu suatu lafadz yang makna lahirnya telah cukup memberikan keterangan yang jelas. Adapun mutasyabih ialah lafadz yang maknanya hakiki tidak diketahui kecuali oleh Allah. Ayat-ayat ini mengandung kesamaan arti sehingga orang yang memiliki sifat keraguan menempatkannya pada hal-hal yang tidak semestinya terhadap Allah, kitabnya atau rasulnya, sementara orang yang memiliki kedalaman pengetahuan memahami sebaliknya. Pendapat ini dikuatkan oleh Muhammad bin Shaleh al Utsaimin,[9] sebagaimana pendapat At Tibi.
3.  Muhkam ialah kalam yang maknanya dapat diterima dan dicerna oleh akal (rasional). Adapunmutasyabih ialah yang tidak rasional (berada dalam ruang lingkup ilmu Tuhan).[10]
4.  Mayoritas ulama golongan ahlul fiqh yang berasal dari pendapat sahabat Ibnu Abbas mengatakan, lafal muhkam ialah lafal yang tidak bisa dita'wilkan kecuali satu arah/segi saja. Sedangkan lafalmutasyabih adalah artinya dapat dita'wilkan dalam beberapa arah/segi, karena masih sama. Misalnya, seperti masalah sorga, neraka dan sebagainya[11].
Sedangkan Muhammad Husain al Thabathaba'i di dalam tafsirnya al Mizan fi Tafsir Al-Qur'an menginventarisir pengertian muhkam dan mutasyabih yang pernah ditemukan didalam kajian tafsir. Keseluruhannya terdiri atas:
1.      Muhkam adalah ayat yang terdapat didalam surat al An’am ayat 152 – 154, dan mutasyabih adalah huruf-huruf singkatan yang terdapat di awal surat.
2.      Muhkam adalah huruf-huruf singkatan yang terdapat di awal surat dan lainnya adalah mutasyabih.
3.      Muhkam sama dengan mubayyin (yang memberi penjelasan), sedang mutasyabih adalah ayat-ayat yang bersifat mujmal yang mengandung pengertian secara global.
4.      Muhkam adalah an nasikh yaitu ayat-ayat yang me-mansukh-kan ayat lain, sebaliknya mutasyabih ayat-ayat yag mansukh.
5.      Muhkam mengandung pengertian yang jelas, sedangkan mutasyabih memerlukan pemikiran dan pengkajian.
6.      Muhkam adalah segala sesuatu yang dapat diketahui, sedang mutasyabih adalah hal-hal yang tidak mungkin diketahui.
7.      Muhkam adalah ayat-ayat hukum, selainnya disebut mutasyabih
8.      Muhkam memiliki satu pengertian saja, sedang mutasyabih mengandung berbagai pengertian
9.      Muhkam adalah rincian kisah rasul-rasul beserta umatnya, sedangkan mutasyabih adalah lafadz yang tidak menunjukkan pengertian tertentu secara defenitif yang terdapat didalam kisah rasul-rasul.
10.  Muhkam tidak memerlukan penjelasan, sebaliknya mutasyabih memerlukan penjelasan lebih lanjut.
11.  Muhkam adalah ayat-ayat yang wajib diimani dan diamalkan, sedang mutasyabih adalah ayat-ayat yang wajib diimani tetapi tidak berkaitan dengan amal.
12.  Muhkam adalah ayat-ayat yang tidak berkaitan dengan sifat-sifat Tuhan, sedangkan mutasyabih adalah ayat-ayat sifat Tuhan.
13.  Muhkam dapat dipahami melalui akal dan mutasyabih berada di luar jangakauan akal manusia
14.  Muhkam memiliki makna sesuai lahir ayat, sedangkan mutasyabih mengandung pengertian diluar makna lahir.
15.  Muhkam adalah ayat-ayat yang disepakati pengertiannya sedang mutasyabih adalah ayat-ayat yang mengandung perbedaan dalam menentukan pengertian.
16.  Muhkam tidak mengandung problem, sedang mutasyabih memiliki masalah baik yang terdapat pada lafadz ataupun maknanya.[12]
Berkaitan dengan mungkin sampai tidaknya pengetahuan manusia kepada maksud atau maknamutasyabih, maka kebanyakan Ulama berpendapat, bahwa yang mutasyabih tidak ada yang mengetahui ta’wilnya, selain dari Allah sendiri dan mereka mengharuskan kita berwaqaf dalam membaca surat  Al Imran ayat  7 pada lafadz :
وَالرَّاسِخُونَ فِي الْعِلْمِ يَقُولُونَ ءَامَنَّا بِهِ كُلٌّ مِنْ عِنْدِ رَبِّنَا
(“Adapun orang-orang yang rasikh ilmunya maka mereka hanya mengatakan: amanna bihi kullum min indi rabbina”).

Abu Hassan al Asy’ary berpendapat, bahwa waqaf dilakukan pada “Warrasikhuna fil ilmi ((وَالرَّاسِخُونَ فِي الْعِلْم”, mereka yang rasikh itu mengetahui ta’wil mutasyabih. Pendapat ini telah dijelaskan oleh Abu Ishaq asy Sirazy (W. 476 H), Asy Syirazy berkata bahwa tak ada sesuatupun dari ayat-ayat Al-Qur'an yang Allah sendiri tidak mengetahui maknanya. Para ulama mengetahui maksudnya, karena sesungguhnya Allah menyebut firmannya ini dalam rangka menguji Ulama. “Andaikata mereka tidak mengetahui makna mutasyabih, bersekutulah mereka dengan orang awam”.
Ar Raqhhib al Asfahany mengambil jalan tengah dalam menghadapi masalah ini. Beliau membagi mutasyabih dari segi keyakinan mengetahui maknanya kepada 3 kategori:
1.      Kategori mutasyabih yang sama sekali tidak ada jalan bagi manusia untuk mengetahui: seperti waktu kiamat, keluarnya binatang-binatang diatas muka bumi, dan jenis binatang-binatang tersebut, dan sebagainya.
2.      Kategori mutasyabih yang manusia memiliki kemungkinan untuk mengetahuinya; seperti kata atau lafadz yang asing atau ganjil dan hukum-hukum yang rumit atau ambigu, dan
3.      Kategori mutasyabih yang berada diantara dua kategori tersebut diatas, yang hakikatnya hanya dapat diketahui oleh sebagian orang yang mendalami ilmunya, dan tidak dapat diketahui oleh salain mereka.[13] Inilah kategori mutasyabih yang disyaratkan oleh Nabi Muhammad Saw:
اللّهُمَّ فَقِّهْهُ فِى الدِّيْنِ وَعَلِّمْهُ التَّأْوِيْلَ
Artinya:
“Ya Allah berilah dia kepahaman di dalam urusan agama, dan ajarilah dia takwil”

Dari Uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa ayat muhkamah ialah ayat – ayat yang dapat diketahui makna dan maksudnya, baik karena sudah jelas, kuat tanpa harus mentaktakwilkannya. Sedangkan ayat mutasyabihat yaitu ayat-ayat yang mengandung makna atau pengertian yang tidak tegas atau samar, yang disebabkan oleh arti yang berdekatan atau oleh kemungkinan mengandung beberapa pengertian.

B. Contoh Ayat Muhkamat dan Mutasyabihat
1. Ayat – Ayat Muhkamat
a. Surat Al Baqarah 2
y7Ï9ºsŒ Ü=»tGÅ6ø9$# Ÿw |=÷ƒu ¡ ÏmÏù ¡ Wèd z`ŠÉ)­FßJù=Ïj9
   Artinya : Kitab (Al Quran) Ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa(QS. Al Baqarah : 2)

b. Al Ikhlas ayat 1
ö@è% uqèd ª!$# îymr&
Artinya : Katakanlah"Dia-lah Allah, yang Maha Esa".(QS. Al Ikhlas : 1)

c. Al Isra' ayat 9
¨bÎ) #x»yd tb#uäöà)ø9$# Ïöku ÓÉL¯=Ï9 šÏf ãPuqø%r& çŽÅe³u;ãƒur tûüÏZÏB÷sßJø9$# tûïÏ%©!$# tbqè=yJ÷ètƒ ÏM»ysÎ=»¢Á9$# ¨br& öNçlm; #\ô_r& #ZŽÎ6x.

Artinya : Sesungguhnya Al Quran Ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus dan memberi khabar gembira kepada orang-orang Mu'min yang mengerjakan amal saleh bahwa bagi mereka ada pahala yang besar. (QS. Al Isra : 9)

d. Ibrahim ayat 4
!$tBur $uZù=yör& `ÏB @Aqߧ žwÎ) Èb$|¡Î=Î/ ¾ÏmÏBöqs% šúÎiüt7ãŠÏ9 öNçlm;
Artinya : Kami tidak mengutus seorang rasulpun, melainkan dengan bahasa kaumnya, supaya ia dapat memberi penjelasan dengan terang kepada mereka. (QS. Ibrahim : 4)

e. Al Anbiya' ayat 25
!$tBur $uZù=yör& `ÏB šÎ=ö6s% `ÏB @Aqߧ žwÎ) ûÓÇrqçR Ïmøs9Î) ¼çm¯Rr& Iw tm»s9Î) HwÎ) O$tRr& Èbrßç7ôã$$sù
Artinya : Dan kami tidak mengutus seorang rasulpun sebelum kamu melainkan kami wahyukan kepadanya: "Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan aku, Maka sembahlah olehmu sekalian akan aku". (QS. Al Anbiya' : 25)

Berdasarkan pengertian muhkamat dan mutasyabihat, ayat – ayat tersebut di atas tidak masuk kategori mutasyabihat sebab kita akan langsung mengetahui maksud secara jelas dari ayat tersebut, tanpa mengadakan perenungan maupun takwil. Oleh karena itu penulis menyimpulkan ayat – ayat tersebut di atas termasuk ayat – ayat muhkamat.




2. Ayat – Ayat Mutasyabihat
a. Al Baqarah ayat 1
$O!9#
Artinya : Alif laam miin. (QS. Al Baqarah : 1)




b. Thaha ayat 5

ß`»oH÷q§9$# n?tã Ä¸öyèø9$# 3uqtGó$#
Artinya : (yaitu) Tuhan yang Maha Pemurah. yang bersemayam di atas 'Arsy(QS. Thaha : 5)


c. Al Qashash ayat 88
@ä. >äóÓx« î7Ï9$yd žwÎ) çmygô_ur
Artinya : Tiap-tiap sesuatu pasti binasa, kecuali wajah-Nya. (QS. Al Qashash : 88)


d. Al Fath ayat 10
ßtƒ «!$# s-öqsù öNÍkÉ÷ƒr&
Artinya : Tangan Allah di atas tangan mereka. (QS. Al Fath : 10)


e. Luqman ayat 34
¨bÎ) ©!$# ¼çnyYÏã ãNù=Ïæ Ïptã$¡¡9$#
Artinya  : Sesungguhnya Allah, Hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang hari Kiamat. (QS. Luqman : 34)

Pada contoh ayat-ayat  mutasyabihat di atas (a sampai e), kita tidak bisa langsung mengetahui arti dan makna yang sebenarnya, karena tidak menunjukkan secara langsung dan jelas dari makna lafal Alif laam miin, 'Arsywajah Allah, tangan Allah dan hari kiamat. Ini memerlukan perenungan, pengkajian dan penta'wilkan lebih lanjut untuk mengetahui makna yang sebenarnya dari lafal – lafal tersebut.  
f. Ash Shaffat 93

فَرَاغَ عَلَيْهِمْ ضَرْبًا بِالْيَمِينِ
Artinya: Lalu dihadapinya berhala-berhala itu sambil memukulnya dengan tangan kanannya (dengan kuat). (QS. As Shaffat: 93)

Kata al yamin mengandung beberapa pengertian yaitu:
1.      Menggunakan tangan kanan, tidak tangan kiri.
2.      Memukul dengan keras, karena yang kanan adalah yang terkuat dari kedua anggota badan.
3.      Memukul itu disebabkan tangan kanan yang sudah bersumpah dengan Nabi Ibrahim dalam firmannya:
وَتَاللَّهِ لَأَكِيدَنَّ أَصْنَامَكُمْ بَعْدَ أَنْ تُوَلُّوا مُدْبِرِينَ
Artinya:
Demi Allah, sesungguhnya aku akan melakukan tipu daya terhadap berhala-berhalamu sesudah kamu pergi meninggalkannya. (QS.  Al Anbiya : 57)

يَسْأَلُ أَيَّانَ يَوْمُ الْقِيَامَةِ(6)فَإِذَا بَرِقَ الْبَصَرُ(7)وَخَسَفَ الْقَمَرُ(8)وَجُمِعَ الشَّمْسُ وَالْقَمَرُ(9)يَقُولُ الْإِنْسَانُ يَوْمَئِذٍ أَيْنَ الْمَفَرُّ(10)كَلَّا لَا وَزَرَ(11)إِلَى رَبِّكَ يَوْمَئِذٍ الْمُسْتَقَرُّ(12) يُنَبَّأُ الْإِنْسَانُ يَوْمَئِذٍ بِمَا قَدَّمَ وَأَخَّرَ(13)
Artinya:
Ia bertanya: "Bilakah hari kiamat itu?" Maka apabila mata terbelalak (ketakutan), dan apabila bulan telah hilang cahayanya, dan matahari dan bulan dikumpulkan, pada hari itu manusia berkata: "Ke mana tempat lari?" Sekali-kali tidak! Tidak ada tempat berlindung! Hanya kepada Tuhanmu sajalah pada hari itu tempat kembali. Pada hari itu diberitakan kepada manusia apa yang telah dikerjakannya dan apa yang dilalaikannya. (QS. Al Qiyamah : 6 – 13)

C.Penutup
Sesungghunya di dalam Al-Qur'an terdapat ayat-ayat muhkamat yang jelas penujukkannya, jelas maknanya, dan tidak memerlukan penjelasan lain untuk memahami pengertian dan isinya. Dan inilah yang dikatakan sebagai pokok-pokok ajaran yang terdapat didalam Al-Qur'an, yang harus menjadi rujukan dan landasan untuk memahami ayat-ayat yang lainnya.
Selain itu, juga terdapat ayat-ayat mutasyabihat, yang betul-betul samar secara keseluruhan, yang tidak mungkin diketahui maksud sebenarnya kecuali oleh Allah dan inilah kebanyak ayat mutasyabih, yang hanya dapat ditakwilkan oleh orang-orang yang mendalam ilmunya dengan cara mengembalikannya kepada ayat-ayat muhkamat yang menjadi landasan.
Itulah sebetulnya hakikat muhkam dan mutasyabih. Maka dalam mendalami muhkam dan mutasyabih kita perlu memahami Al-Qur'an secara utuh dan menyeluruh. Karena ayat-ayat Al-Qur'an merupakan kesatuan dari bagian-bagian yang saling berkaitan. Hubungan antara muhkam dan mutasyabihdemikian erat, karena memahami mutasyabih tidak terlepas dari merujuk muhkamat, yaitu dengan menggunakan konsep munasabahMunasabah yaitu pengetahuan tentang bentuk hubungan (wajh al irtibath) antara kalimat-kalimat didalam satu ayat atau antara ayat dengan ayat atau antara surat dengan surat. Untuk menentukan munasabah diperlukan ijtihad para mufassir, kejelian terhadap munasabah itulah yang dapt membantu untuk menemukan takwil yang benar dan perubahan yang tepat dari ayat-ayat mutasyabih.
Ayat muhkam hanya mengandung satu pengertian dan tidak memiliki pengertian lain, sehingga dapat dipahami dengan mudah. Berbeda halnya dengan mutasyabih, ia memerlukan pemikiran dan pandangan kritis, sehingga pengertiannya dapat sejalan dengan muhkam atau dalil akal. Sebetulnya perbedaan esensial keduanya adalah terletak pad ada atau tidaknya kemungkinan makna lain. Sesuatu yang tidak memiliki kemungkinan lain kecuali makna lahir disebut muhkam dan apabila terdapat berbagai kemungkinan ini berdasarkan atas pertimbangan akal.
Hal diatas merupakan peluang yang cukup besar untuk berijtihad guna memahami muhkam dan mutasyabih. Mengingat kemampuan daya nalar manusia berbeda-beda, maka tidak mengherankan jika terdapat konsep muhkam dan mutasyabih yang bervariasi sebagai telah disebutkan diatas.
Dan hal ini juga sejalan dengan pandangan modernis bahwa Al-Qur'an bukanlah sebuah buku yang kabur dan sama sekali tidak mengandung bagian-bagian yang tidak berguna. Paling-paling kita hanya berhadapan dengan ayat-ayat tentang masalah-masalah pelik seperti esensi Tuhan dan hari kiamat. Hal-hal ini dapat digolongkan pada ayat-ayat yang mengandung makna ganda (ambigus) atau mutasyabih.
Dengan adanya ayat-ayat Al-Qur'an yang terdiri dari muhkam dan mutasyabih itu mengandung hikmah tersendiri misalnya : (1) menambah pahala, karena dengan adanya ayat mutasyabihat seorang peneliti akan berusaha lebih giat lagi untuk mencari kebenaran dan dalam hal ini terdapat pahala yang besar; (2) memperluas wawasan, karena dengan sendirinya seseorang didorong untuk membandingkan pandangannya mengenai maksud ayat tersebut dengan pandangan orang lain, sehingga ia akan menyimpulkan atau sampai pada pendapat yang benar; (3) menumbuhkan sikap ilmiah dan sekaligus memerangi taklid, karena dengan sendirinya ia akan meneliti  ayat tersebut dengan menggunakan nalar, dasar dan bukti; (4) menambah ilmu pengetahuan, karena untuk mengetahui maksud ayat tersebut dengan baik harus mendalami berbagai disiplin ilmu yang terkait; (5) sebagai isyarat bahwa secara umum kandungan Al-Quran mencakup kalangan khawas (orang-orang tertentu) dan umum.
Dengan demikian, pada mulanya ayat itu bermakna mutasyabihat tetapi kemudian setelah jelas apa yang dimaksud sebenarnya, maknanya menjadi muhkamat. Menurut ar-Razi, inilah inti diturunkannya ayat mutasyabihat.


[1] Abdul Djalal, Ulumul Qur'an, Dunia Ilmu, Surabaya, 2000, hlm. 239.
[2] Louis Ma'luf, Al Munjid, Al Manbaah al Katsulikiah, Bairut, 1957, hal. 146.
[3] Syaikh Manna' Al Qaththan, Pengantar Studi Ilmu  Al-Qur'an, Pustaka Al Kautsar, Jakarta, 2006, hlm. 265.
[4] Ensiklopedi Islam, hal. 624.
[5] Nina M. Armando … (et. al), Ensiklopedi Islam,  PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, Jakarta, 2005, hal. 138.
[6]  Syaikh Manna' Al Qaththan, Pengantar Studi Ilmu  Al-Qur'an, Pustaka Al Kautsar, Jakarta, 2006, hlm. 266.
[7] Abdul Jalal, Ulumul Quran, Dunia Ilmu, Surabaya, 1998, hlm. 244-250.
[8] Abdul Jalal, Ulumul Quran, Dunia Ilmu, Surabaya, 1998, hal. 240.
[9] Muhammad bin Saleh al Utsaimin, Ushulun Fi al-Tafsir : Dasar-dasar Penafsiran al-Quran (terj. Sayid Agil Husain Al Munawwar, Ahmad Rifki M), Dina Utama, Semarang, 1987, hlm. 50-51.
[10] A. Ya'kub Matondang, Tafsir Ayat-ayat Kalam Menurut al Qadhi Abdul Jabbar, Bulan Bintang, Jakarta, 1989, hal. 77.
[11] Abdul Jalal, Op. Cit., hal., 241.
[12] Muhammad Husain at Thabathaba'I, Al Mizan Fi Tafsir al Quran, Juz III, Qum, Iran, tt, hal. 32-42.
[13] Lihat Penjelasan Abdul Jalal, Op. Cit., hal. 249.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar