Minggu, 03 Maret 2013

Jauhilah "Ghibah" (Mengguncing)

Sering dalam kehidupan sehari-hari, manakala kita tengah berkumpul dengan teman, tanpa kita sadari kita telah berbuat "ghibah" (menggunjing).

Bahkan sering kita merasa kurang sempurna, jika dalam topik pembicaraan kita tidak ada agenda menggunjingkan kejelekan ataupun kekurangan orang lain.
Apalagi jika teman yang kita ajak ngobrol, tidak ada kerjaan, rasanya waktu seharian penuh tidak terasa. Padahal, seandainya waktu yang terbuang dengan percuma tadi digunakan untuk sesuatu yang bermanfaat, dapat menghasilkan sesuatu yang sangat berharga.

Kalau kita menyadari, ghibah merupakan dosa besar, sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Imam Ibnu Hajar al-Asqolany dalam kitab "al-Zawaajir, bahwa banyak dalil-dalil yang bersumber dari al-Qur'an, as-Sunnah maupun pendapat para ulama yang menjelaskan bahwa ghibah adalah merupakan dosa besar,

Dalam al-Qur'an surah al-Hujurat ayat 12, Allah swt berfirman : "Hai orang-
orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain. Dan janganlah sebahagian kamu menggunjing sebahagian yang lain.
Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik. Dan bertakwalah kepada Allah.
Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang."

Dalam sebuah Hadist shohih yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Imam Ibnu Majah: Dari Abu Bakarah berkata: "Pada suatu hari Rasulullah s.a.w. berjalan melewati dua kuburan, lalu beliau berkata "Sesugnguhnya kedua mayat ini sedang disiksa karena melakukan dosa besar, yang pertama karena sebab (tidak hati-hati) ketika kencing dan yang kedua karena suka menggunjing orang lain.

Dalam hadist riwayat Bukhari, Rasulullah bersabda: 'Maukah kamu saya tunjukkan dosa yang paling besar? Para Sahabat menjawab: "Tentu wahai Rasulullah, beliau wengulang sampai tiga kali, yang pertama menyekutukan Allah, durhaka kepada kedua orang tua." Posisi Nabi ketika itu dalam leeadaan bersandar kemudian duduk, dan beliau melanjutkan lagi, "Ucapan dusta dan saksi palsu, ucapan dusta dan saksi palsu." Beliau mengulang- ulang sampai saya berkata dalam hati semoga berhenti.

Bahkan Imam Nawawi dalam kitabnya "al­-Adzkaar" mengatakan, seyogyanya bagi orang yang mendengar jika ada seorang muslim dipergunjingkan, dia harus berusaha untuk menghentikannya, jika tidak bisa dihentikan dengan ucapan maka harus diihentikan dengan tangan (kekerasan), dan ketika dia tidak mampu menggunakan keduanya, maka dia harus membubarkan perkumpulan tersebut agar tidak berlanjut.

Apakah ghibah itu dilarang secara mutlah? Apakah tidak ada dispensasi bagi seseorang untuk melakukan ghibah dengan alasan yang bisa bermanfaat bagi orang lain. Dalam kaitannya dengan permasalahan ini, Imam Muslim mengatakan bahwa, boleh bagi seseorang melakukan ghibah hanya terbatas dalam 6 kondisi, yaitu :

  1. Boleh bagi orang yang terzalimi untuk mengadukan kepada yang berwenang maupun hakim dengan membeberkan kejahatan ataupun kejelekan orang yang zalim tersebut.
  2. Orang yang berkeinginan untuk merubah kemungkaran, diperbolehkan melaporkan kepada orang yang mempunyai kekuasaan (perangkat keamanan) bahwa si fulan telah melakukan perbuatan yang tidak baik, maka cegahlah dia.
  3. Bagi orang yang meminta fatwa boleh mengadukan kepada mufti, bahwa sifulan telah menganiayanya.
  4. tajrih (membuka aib) rawi dan saksi demi tujuan untuk menjelaskan kepada kalangan umat Islam bahwa rawi dan saksi tersebut tidak pantas untuk dipercaya perkataannya.
  5. Boleh melakukan ghibah terhadap orang fasiq, ahli bid'ah dan penguasa yang zalim demi tujuan untuk memberikan peringatan kepada orang, agar tidak melakukan perbuatan serupa dan
  6. Ketika seorang terkenal karena julukannya seperti: si buta, si tuli, si botak. Maka boleh bagi orang lain memanggil (menggunakan) julukan tersebut tanpa bermaksud menghina.

Masyarakat yang berisi orang-orang senang melakukan ghibah, tidak lepas dari beberapa faktor, sebagaimana Imam Ghozali menjelaskan dalam kitab Ihya' :

  1. Mencari muka di depan orang banyak. Ketika seseorang berkumpul dengan temannya, dimana ketika itu mereka sedang menggunjing, maka rasanya kurang enak kalau tidak ikut nimbrung untuk meramaikannya dengan tujuan mencari muka di di mata mereka.
  2. Menutupi aib dirinya. Ketika seseorang melakukan suatu kesalahan atau perbuatan yang kurang baik, biasanya dia berusaha untuk menutupi dirinya dengan mengalihkan pembicaraan yang mengarah pada kejelekan orang lain dan

Akibat-akibat buruk bagi mereka yang suka ghibah:

  1. Orang yang stika menggunjing kejelekan orang lain, akan mendapatkan siksa di neraka dengan memakan bangkai busuk.
  2. Allah SWT akan menyiksa si penggunjing di kuburannya.
  3. Orang yang sering melakukan ghibah akan menghilangkan cahaya keimanan yang terdapat dalam hatinya.
  4. Menjadi penyakit di masyarakat yang dapat merenggangkan dan bahkan memutuskan tali persahabatan di antara sesama saudara muslim.

Melihat dampak buruk yang disebabkan oleh ghibah, alangkah baiknya ketika kita sedang berkumpul, kalau belum bisa mengucapkan suatu ucapan yang baik dan bermanfaat, maka lebih baik diam. Diam bisa menjadikan seorang selamat dari kebencian. Semakin banyak orang barbicara semakin banyak pula kesalahan yang diucapkan.

Wallahu a'lam bishshowab

Tidak ada komentar:

Posting Komentar